Refleksi Perjalanan
Sejak awal, memang tersirat rangkai kata manis. Simpati yang kurang ikhlas semata. Tanggungjawab yang juga lemah. Kompetensi yang saya ragukan pula. Dia berjalan pada garis yang penuh siasat. Sungguh, tidak lagi berharap solusi yang bijak.
Betapa, indahnya kata. Kemudian sirna bersama waktu. Padanya, tersimpan selaksa janji. Saya menjadi paham jua, mengapa hilir mudiknya menjadi sempoyong kini. Dibenaknya hanya plagiasi. Dan klaim kepemilikan yang dangkal. Untuk semua karya yang ditoreh. Semua hanya teori dan catatan orang lain. Tidak orisinal adanya. Tidak membumi kayaknya. Kurang greget kelihatannya. Kurang pengertian dan seenaknya pula.
Dia, sudah berada digaris jajar ilmuwan bumi. Tetapi hanya menumpang kendaraan yang lewat berpenumpang sesak. Memanfaatkan fasilitas yang tersedia pada posisi yang rapuh. Padahal, tidak ada yang dicetus lebih berarti. Senioritas telah menggandakan bejibun kemudahan dan halusinasi. Terbukti, dia tidak bisa eksis saat regulasi diputar dan diganti. Langkahnya sempoyong, menuju timur pojok dan tenggelam senyap. Dia terasing dan berlepuh peluh.
Kasihan, dia menapaki sisa pengabdian dengan renta dan tak terdengarkan lagi. Semoga introspeksi diri tidak pudar sebelum perjalanan usai. Duh.....
Selamat Tuan Besar....
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih